Rabu, 07 September 2011

Negative Thinking



Prasangkamu menumbuhkan ketidaknyamanan. Nampaknya, bukan hanya menggerogoti hatimu, namun juga hatiku, bedanya, aku merasa sakit hati, namun kamu merasa tinggi hati.

Air mata hampir tumpah dari pelupuk mataku, ku gigit bibirku, mencoba menggatikannya dengan rasa sakit yang nyata dibibirku, berhasil tidak menangis, tapi tidak lantas sakit di hatiku pindah ke bibirku, andai saja bisa...

Mencintaiku dengan sepenuh hati bukan berarti curiga. Percayalah!

Tidak ada niat sedikitpun, atau terlintas saja dipikiranku untuk menghianatimu, tidak. Jadi aku mohon, percaya pada apa yang kukatakan. Tolong jangan siksa aku dengan ketidakpercayaan itu, dengan prasangka – prasangka buruk itu, dengan tuduhan – tuduhanmu itu, aku tidak melakukannya.

Rasanya sakit..
Apalagi, ketika aku akhirnya mengalah meminta maaf atas perbuatan yang tidak kulakukan. Namun kamu,  kamu gengsi meminta maaf padaku. Kamu tak berkata apa – apa, seperti tak terjadi apa – apa. Sifat burukmu sungguh sangat menyebalkan.

Sabtu, 06 Agustus 2011

Sorry... :(


Happy Bday Bebeh... Wish You All The Best... 
Hari ini usiamu semakin bertambah, namun kamu tidak terlihat tua, kamu malah terlihat semakin matang dan tetep ganteng -bukankayasekoteng-. Usia yang tak lagi muda, tapi tetap bergairah... hahahaha...

Hari ini seharusnya menjadi hari yang berkesan untukmu...  Tapi maaf, serasa aku tak punya makna. Aku tak membuatnya menjadi salah satu hari yang kamu tunggu dalam setahun, apalagi sudah ada aku disini, harusnya, aku tahu ekspektasimu tinggi tentang sesuatu yang ‘berkesan’ untuk hari ini.

Aku benar – benar minta maaf... Sungguhlkah aku bukan pasangan yang baik karena telah melewatkan hari ini tanpa kesan.
Kamu tahu... Sebenarnya ada beberapa bayangan yang mungkin akan membuatmu sedikit senyum sumringah ketika kamu mengingatnya, misalnya : aku berencana memberimu bunga, membeli kue tart mini dengan lilin untuk kamu tiup. Tapi aku tak melakukannya. Parahnya aku...

Hhhmmm... Sebenarnya aku sudah membawa kue tart mini dan lilin itu, kue yang kubeli disela – sela jadwal kerja, dengan sedikit memohon pada teman kerjaku untuk bisa kutinggal sendiri. Kue itu aku simpan di lemari tempat biasa kita menyimpan makanan, entah kenapa kemudian  aku tak punya keberanian untuk mengeluarkannya ketika aku melihat inbox smsmu bahwa ada orang lain, orang pertama yang memberimu ucapan selamat.  Seharusnya aku tak memperburuk keadaan, tidak menjadi orang pertama, bukan berarti tidak membuatmu terkesan, tapi... bodohnya aku, aku malah tak berani mengeluarkan tart mini itu.

Kamu boleh membalasnya pada ulang tahunku tahun depan sayang...

 Ok... Penyesal di akhir tiada guna.

Sekalai lagi Selamat Ulang tahun sayang, semoga keberkahan selalu menyertaimu, tetaplah menjadi orang yang diandalkan dalam keluarga, tetaplah menjadi orang yang bertanggung jawab atas pekerjaanmu, tetaplah menjadi pribadi yang supel, tetaplah menjadi pasangan yang mencintaiku... hehehehe... Amiin ya Allah...

Rabu, 03 Agustus 2011

Pasrahkan Saja


Aku tahu, tak semudah itu membuatmu berubah ke arah yang lebih baik, akupun harus sabar melalui proses itu... Layaknya hendak menikmati makanan enak, aku harus memasaknya sepenuh hati dan dengan sepenuh usaha, bukan perihal yang mudah, bahkan butuh berkali – kali kegagalan untuk dapat sukses menikmati makanan yang menggugah selera.

Kamu tahu? Allah sesuai dengan prasangkamu... Maka berhusnudzonlah...

Pasrahkan segala ikhtiar dan doa kita hanya padaNya, serahkan Perhitungan baik dan buruk hanya padaNya, biar Dia yang pantas menyebutnya Pahala atau dosa, Biar Dia yang memutuskan layak atau tidaknya ibadah kita diterima. Yang penting kita sudah berusaha.

Bila ada noda di didiri kita, maka basuhlah dengan ibadah... Bila kekotoran itu tetap melekat, luruhkanlah  dengan ibadah, tidak bermaksud mempermaikan, tapi setidaknya hidup ini tidak melulu kotor.

Ingatkah kamu...? kita pernah berjanji menuju arah yang lebih baik, semuanya butuh proses dan tentu saja PROGRESS... Terlihatkah sudah sejauh mana niat itu terrealisasi??? Astagfirullah...

Maaf, aku sungguh tidak layak menghakimimu seperti ini, tapi bukan karena aku telah berpuasa ramadhan 2 hari ini, bukan karena tak ada sholat fardu yang kulupakan,  bukan karena tak ada sholat tarawih dan witir yang kulewatkan, bukan karena sekarang aku merasa lebih baik dari kamu. Bukan, Semua karena aku mencintaimu dan ingin kamu menjadi Imam dan tauladanku kelak.

Nikmat yang manakah yang kan aku dustakan?
Tuhan telah memberikan kamu di tengah kegalauan hatiku, Tuhan telah memberikan warna dalam hidup kelamku, Tuhan menyadarkanku melalui kamu, Tuhan menjawab doa - doaku dengan mengirim mu.

Namun, betapa sedihnya aku mendengar kesanksianmu tentang sholat dan puasa hari ini, betapa terpuruknya aku mendengar alasanmu meninggalkan dua Ibadah itu hari ini... Aku sungguh menyayangimu lebih dari diriku... Tapi aku begitu terpukul... Aku ingin kita menjadi lebih baik.

Duhai kekasih hatiku, aku akan tetap berada disampingmu demi mewujudkan niat itu, aku akan menjadi pengingat yang setia untukmu, aku akan menjadi cahaya pada sisi gelapmu, aku akan menjadi lebih baik untukmu. Namun tentu saja, aku butuh dukunganmu.

Ya Allah... Berilah Hamba dan dia kekuatan untuk berada dijalanMu... Amiiinn...

Rabu, 27 Juli 2011

_tQ my BebeH_



Senyum tak pernah hilang dari wajahku siang ini, udara sejuk membelai – belai kulitku, aku tak menyangka, bisa sampai di kota ini, kota yang beberapa bulan ini kerap jadi pertanyaan dalam benakku, kota yang beberapa bulan ini ingin kusinggahi. Jalan menuju kesana meliuk – liuk bak penari Hawaii mengucapkan salam selamat datang padaku. Hmmm.. ini baru awal bisikku dalam hati.

Beeeeeeep.. suara sms berbunyi, kubuka dan kubaca “Kamu nanti turun di depan Polres ya, aku sudah disini...!” sms kekasih hati bak guide menuntun arah tujuanku. Setelah memberitahu tempat tujuanku kepada pengemudi kendaraan yang kutumpangi, aku pun kembali terbuai oleh keindahan alam disana. Pergi ketempat indah hari ini sama sekali tak ada dalam rencanaku, tapi nampaknya Tuhan membuat rencana menakjubkan untukku hari ini.

“Neng, ini Polresnya, neng turun disini.” Suara sang nahkoda angkot membuyarkan lamunanku. “ Oh iya, Makasih pak…” ucapku serta merta melangkahkan kaki keluar.

Tubuh tinggi tegap itu sudah ada disana saat aku turun dari angkot, senyumnya menghapus lelah perjalannanku untuk sampai kekota kelahirannya, kota yang terkenal dengan Tahu sebagai buah tangannya. Yup ! Sumedang – Tandang.

“Ayo kerumahku…” ajaknya, aku sempat ragu, aku takut tidak dapat diterima oleh keluarganya. “ ada siapa aja dirumah?” selidikku, lebih sedikit keluarga yang kutemui, lebih mudah untuk mendekatkan diri pikirku. “ dirumah kumpul semua, saudara – saudara dari pihak ibu dan bapakku pun ada”. DEG… Takuuuuuttt…. Tapi dia berkali – kali mengusir kekhawatiranku, menenangkanku meskipun sedikit menggodaku perihal pertemuanku dengan keluarga baruku kelak. Amin…

Pertemuan itu sungguh diluar dugaaku. Respon keluarganya sangat baik, sebentar saja aku sudah dibuat merasa seperti keluarga mereka sendiri, aku tak merasa kaku atau asing dirumahnya, meskipun kendala bahasa tetap ada. Ya Tuhan, aku sangat – sangat bahagia hari ini, kenimatan yang tak henti – hentinya sangat kusyukuri hari ini.

Pertemuan itu seperti bumbu perekat hubungan kami, entahlah, aku menjadi lebih mencintainya, pengakuan darinya bahwa akulah seseorang yang special dalam hidupnya sudah ku dapatkan dihadapan keluarganya, inilah kali pertama aku merasa sangat bahagia menjadi milik seseorang.

Terimakasih ya Allah.. Sungguh tiada tara nikmat yang kau berikan padaku hari ini.
Terimakasih juga ya bebeh, kamu membuatku sangat – sangat berarti hari ini… I Love You So Much..




Sabtu, 23 Juli 2011

Kemana Produktifitas?



Aku beberapa kali melenguh, menikmati hari cuti yang sengaja kuambil untuk bermalas – malasan. Nampaknya sifat pemalas itu sudah mengakar menjalari diriku, huuuuhh… nikmatnya, 5 hari tanpa bekerja. Bangun disaat matahari sudah tinggi atau bahkan hanya keluar kamar ketika lapar dan melewatkan hari tanpa melihat matahari.

Harusnya aku tak menyia – nyiakan waktu begini, harusnya aku bisa produktif menghasilkan “sesuatu”, menuliskah? Merajutkah ? atau sekedar membaca untuk menambah pengetahuanku. Aku butuh inspirasi (alasan)… itu saja. Sebagai serba pemula harusnya aku lebih gigih untuk tidak selamanya menjadi amatiran, namun nampaknya sel – sel akar berubah tumbuh menjadi ranting, melilit lebih kuat mempengaruhiku untuk bermalas – malasan ketimbang melakukan yang “seharusnya” kulakukan.

Kuhabiskan waktu seharian dikamar, googling, FBan, ngeBlog, all about internet.

 To be continue…

Sederhana Saja


Malam ini aku merasa ada jarak antara aku dan dia, ada jurang yang tak kasat mata, entah apa. Aku merasa tak bisa lagi merengkuhnya seperti dulu, merengkuh ia yang sepenuhnya milikku. Dia tak lagi sama, padahal ia masih duduk disampingku, padahal ia masih mengecup keningku seperti dulu, mengatakan cinta seperti dulu, lalu apa yang tak sama ? Atau karena malam ini ia datang tidak seperti harapanmu, merakyat sama seperti dirimu?  Ya ! ia tak lagi sama sepertiku. Ia lebih tinggi diluar jangkauanku, ia lebih rumit diluar kemampuanku, ia lebih manusia…


Aaarrrghh… Ia bukan lelaki itu, lelaki yang bisa kumiliki tanpa beban seperti waktu pertama kami bertemu, lelaki yang membuat aku merasa dibutuhkan tanpa ia katakan, lelaki yang membuatku nyaman.

Bukan salah dia. Aku yang hanya tak mampu menerima segala kelebihannya (minder -red). Tapi aku tetap mencintainya.

Jumat, 08 Juli 2011

CINTA SMA


“ Sial…..” umpatku, jam menunjukn pukul 06.10 WIB, aku berusaha secepat mungkin pergi kekamar mandi, cuci muka  dan gosok gigi alakadarnya. Kupakai seragam olahraga yang sudah kuperketat ukurannya kanan kiri sehingga membentuk lekuk tubuhku yang mungil namun berisi. Minyak wangi kububuhkan disekujur tubuhku… ahh… tak ada yang tahu aku tidak mandi. Setelah selesai olahragapun masih ada waktu untuk pulang kekosan dan mandi pikirku.

Hari ini hari sabtu, harusnya hari ini libur sekolah, tapi sekolahku berkebijakan bahwa sabtu adalah hari olahraga dan hari ekstrakulikuler, namun bebas. Kamu dapat memakai sepatu warna apa saja, warna kaos kaki apa saja, model apa saja yang tentunya sesuai dengan usia kamu. Aku tak begitu suka berorganisasi, satu – satunya ekstrakulikuler yang aku ikuti adalah PMR, itupun dulu, saat aku masih di kelas X. Sekarang aku ada dikelas XII, pihak sekolah membebaskan kami untuk tidak ikut Ekstrakurikuler agar kami dapat konsentrasi menghadapi ujian akhir Negara dan ujian akhir sekolah.

Jam 6 teng kami kelas XII IPA maupun IPS harus sudah berkumpul di lapangan yang cukup terkenal dikotaku, Karangpawitan. Lapangan diluar sekolah yang biasa dijadikan tempat olahraga oleh siapapun dikota kami, dari berbagai usia, pendidikan dan profesi. Tak jarang kami juga berolahraga bersama dengan petinggi ( baca : BUPATI ) di Kota kami. Katika sampai, tidak ada pelaporan, kami hanya harus berlari 10 putaran mengelilingi luas lapangan, setelah itu boleh beristirahat sebentar untuk kemudian berbaris berdasarkan kelas dan diabsen satu persatu.

Guru olahraga kami sangat tegas, selalu memberi nasihat betapa pentingnya olahraga untuk menjaga kesehatan. Nasihat yang tak lupa selalu di akhirinya dengan kata “Mensana In Corpore Sano, di dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang kuat “. Kami selalu bertepuk tangan usai beliau selesai memproklamasikan kata – kata itu.

Sapaan hangat selalu terlontar dari teman – teman ketika kami berpapasan, tak lupa sapaan dari sang kekasih hati membuatku lupa kejadian terlambat bangun pagi ini. “ Pagi Sweetheart…” seraya menyunggingkan senyum sehangat mentari pagi ini.

Dia, kekasih paling baik yang pernah aku punya. Aku tertarik padanya sejak awal masuk kelas XI, kami tidak pada kelas yang sama dikelas X, aku hanya pernah melihatnya lewat di depan kelasku, tak ada perasaan apa – apa. Namun setelah masuk kelas yang sama, ada ketertarikan tersendiri padanya, dia pintar dan aku mencintai laki – laki pintar.

Arogansinya menyurutkan cintaku kala itu, kata – katanya yang menusuk hatipun kadang terlontar kebeberapa temanku. Ahhh… kuurungkan saja hasratku dan memilih untuk men’stop’ perasaanku. Dia pintar secara kognitif, tapi tak pintar secara emosional.

Aku hanya bisa bercerita pada teman sebangkuku kala itu, dia berusaha mendekatkan kami, pernah temanku mengajukan kelompok diskusi bersama mata pelajaran bahasa Indonesia, namun jawabannya “ Saya Independen “. Halooooo… mata pelajaran ini meminta kita mengerjakan secara berkelompok, bukan Individu. Dia selalu tertawa jika ku kenang masa itu, masa kesombongannya sebelum kami bersama.

Kedekatan kami berawal ketika dia mulai melirik adik kelasku yang juga satu kos denganku. Aku menjadi “mak comblang”. Menitipkan salam, membuat jadwal kencan, sampai akhirnya mereka pacaran. Aku mengenalnya sebagai pribadi yang berbeda setelah itu, dia baik, namun penuh tekanan di dalam keluarganya, mungkin hal inilah yang membuat dia kurang bijak dalam menjaga kata – katanya.

Aku selalu menjadi teman cerita yang baik, melerai pertengkaran ketika mereka berselisih paham. Namun sore itu dia tampak bersedih, mereka berpisah. Ada perasaan sedih namun juga ada perasaan bahagia yang terselip diantaranya. Aku hanya bisa menenangkan dan menjadi pendengar yang baik untukknya.

Kedekatan kami terus berlanjut, dia menjadi teman cerita yang baik dari hari kehari, dia lucu dan juga pintar. Sifat angkuhnya perlahan hilang. Sudah menjadi tugasku sebagai sahabatnya untuk mengikis sifat buruknya bukan???. Aku merasakan perlakuannya yang mulai berubah menjadi semakin sayang padaku. Hari itu hari Jumat, ketika dia mengatakan “ Maukah kau menjadi pendampingku??? “. Aku terbahak ketika mendengar pengkuannya yang terlampau dewasa itu, ‘pendamping’, otomatis dia beringsut dari serius ke muka marah, namun aku mengaku terharu dan memberikan senyum termanisku yang membuat hatinya luluh. Pernyataannya tak langsung kujawab kala itu, “ Bolehkah aku memikirkannya dahulu? “ kilahku.

Hhmmmm… Inilah saat yang kutunggu, ketika dia mempunyai perasaan yang sama denganku. Namun, ada yang mengganjal pada hubungan kami, kami berbeda. Kami mempunya keyakinan yang tak sama. Setelah kumintai pendapat sana sini, akhirnya kuputuskan untuk menerima cintanya, hanya pacaran pikirku, belum tentu kami akan menikah.

Hari berganti hari, kami begitu dekat, kami memang belum lama pacaran, namun kami berdua merasa sudah bertahun – tahun bersama, saling mengerti, saling menyayangi, saling berbagi dan saling melengkapi. Dia laki – laki yang begitu baik. Kami begitu nyaman satu sama lain. Menurutku dia laki – laki yang lengkap. Dia ganteng, berpostur ok, otak encer yang sering menyumbang piala di sekolah kami, tidak pelit, baik, menyayangiku dan romantis. Dia memberiku coklat hampir setiap hari, memberikan hadiah setiap memperingati bulan jadian, mengajak makan malam dan tak jarang pula mengajakku bermesraan di tempat – tempat yang tak terpikirkan olehku. Dia membawa pengaruh baik padaku, mengajariku bahasa asing, membuatku masuk bimbingan belajar dan menyemangatiku meraih masa depan. Kami bahagia.

Tak terasa kami sudah berada di kelas XII. Kegiatan belajar mengajar kian sibuk, berangkat sekolah pagi pulang sudah larut.

Waktu itu akhir dari hubungan kami, tak sengaja handphonenya tertinggal dirumah, kami memang berhubungan tanpa diketahui keluarga. Dia memang belum boleh berhubungan dengan lawan jenisnya, dia dituntut untuk menjadi laki – laki yang sukses, dituntut untuk bisa seperti kakak tertuanya.

Sore itu, tiba – tiba orangtuanya menyambangi sekolah kami, mencari Nico untuk menjemputnya pulang. Perasaaan khawatir melingkupi hatiku, firasatku tidak baik. Raka dan Dede temanku yang satu kelompok belajar, menyusul Nico pulang untuk menyelesaikan tugas kelompok yang memang sudah dijanjikan dikerrjakan di rumah Nico.

Malam hari Raka mendatangi kosanku, membawa secarik kertas dari Nico untukku. Dia mengabariku bahwa keluarganya membaca semua sms kami berdua, kini keluarganya tahu tentang hubungan kami. Aku menangis ketika Raka menceritakan apa yang terjadi di rumah Nico saat itu, Raka bilang, Nico di pukul, di bentak dan keluarganya meminta Nico untuk tidak berhubungan lagi denganku.

Isi suratnya waktu itu hanya berupa daftar apa yang harus kulakukan jika keluarganya mendatangiku, mulai dari tempat kami saling mengenal, kami dipastikan mengaku bertemu di tempat olimpiade, mengaku anak dari keluarga terpandang, dari keluarga kaya dan pintar. Hhhhmmmm… Nico…

Aku tak keberatan berbohong untuk dia. Namun, aku harus menyelamatkan hubungan antara anak dan keluarganya. Aku tak mau merusak kehangatan keluarga mereka. Aku memutuskan untuk berpisah dengannya.

Ada air mata di sudut matanya, kami masih saling mencintai, tapi tak mungkin bagiku menjadi sumber ketidakbahagiaan mereka. Dia berujar akan melakukan apa saja untuk tetap bersamaku, bahwa ia sanggup meninggalkan semuanya demi aku. Tapi aku justru akan merasa besalah jika itu terjadi.

“ Aku mencintaimu Nico, sangat… tapi aku tidak bisa menjadi sumber ketidakbahagiaan sebuah keluarga, aku tidak mau hubunganmu dengan keluargamu menjadi renggang, percayalah ini yang terbaik untuk kita “ kata – kata itu yang kupilih menjadi penutup kisah cinta kami.

Setelah hari itu hubungan kami kian memburuk, tak ada tegur sapa diantara kami meskipun kami berada dikelas yang sama, tak ada cinta itu lagi. Ketika aku mengutarakan perasaan kehilangannku dan memberitahunya bahwa persaaanku masih sama seperti dulu lewat email, dia membalas. “ I HAD CLEANED AND CLOSED MY HEART. NO WOMAN GREAT SUCCESS “. Aku menyerah, kutemukan lagi arogansinya dulu. Mungkin inilah cara terbaik Tuhan menyadarkanku bahwa kami berbeda.

Feelings...



Feelings, nothing more than feelings,
trying to forget my feelings of love.
Teardrops rolling down on my face,
trying to forget my feelings of love.

Feelings, for all my life I'll feel it.
I wish I've never met you, girl; you'll never come again.

Feelings, wo-o-o feelings,
wo-o-o, feel you again in my arms.

Feelings, feelings like I've never lost you
and feelings like I've never have you again in my heart.

Feelings, for all my life I'll feel it.
I wish I've never met you, girl; you'll never come again.
Feelings, feelings like I've never lost you
and feelings like I've never have you again in my life.

Feelings, wo-o-o feelings,
wo-o-o, feelings again in my arms.
Feelings...

Minggu, 19 Juni 2011

AND IF IT NEVER ENDS, THEN WHEN DO WE START?


L :
“ Aku pikir, kita tidak usah berhubungan lagi. Aku hanya ingin memulai semuanya dari awal, aku ingin melepaskan semuanya, tanpa beban, melepaskan dendam “
P :
“ Dendam? ” tak paham aku…

Tolong digarisbawahi pernyataan Anda. Sayalah yang seharusnya dendam, Saya yang seharusnya sakit hati, Anda akan menikah dengan perempuan lain, tapi anda yang dendam??? Ga salah??

L :
“ Ya. Kemarin aku sempat dendam, karena kamu tak menjaga dirimu ”
P :
“ Aku hanya ingin melupakanmu, itulah caraku. “
L :
“ Sudahlah, tak usah dibahas lagi “
P :
“ Good… kamu bahagia disana, sementara aku menangis”
L :
“ Kamu pikir aku bahagia?, Tidak, tapi aku merasa harus melepaskan
semuanya, memulai sesuatu yang baru, sudahlah… kemarin aku sempat ada masalah dengan pasanganku dan aku tahu, semua karena aku masih menyimpan sesuatu dan tidak concern dengan pasanganku”
P :
“ Oh… jadi akulah sumber ketidak bahagiaanmu??? “
L :
“ Kamu Salah…”
P :
“ O ya? kamu tidak memperjuangkanku “

Tentu saja Saya pikir anda bahagia, anda akan menikahi perempuan lain, mengorbankan saya, tidak memperjuangkan saya dan memilih untuk menyakiti saya dengan meninggalkan saya, meluluh lantahkan hati saya.

Dan pada akhirnya membenci saya karena saya melakukan hal – hal bodoh untuk dapat bertahan diatas kaki saya sendiri, melupakan anda.

L :
“ Maaf… aku lemah … ”
P :
“ Kamu mengorbankanku ”
L :
“ Sudahlah, Aku cape… cape… cape…”

AND IF IT NEVER ENDS, THEN WHEN DO WE START?
Itulah makna yang terbaca dari yahoomessenger’nya sore ini, kelelahan, disorientasi, depresi…
Dia bilang dia lemah dan andai dirinya bukan dirinya. Sebegitu beratkah bebannya?

Ahhh… Saya meyakinkan diri bahwa itu hanya alas an, alas an para brilliant untuk menipu, alas an yang terkesan pintar dan alas an yang membuat siapa saja yang mendengarnya iba.

Saya hanya ingin Anda tahu, Saya kecewa.
Katiadaan perjuangan itu…. Hmmm…. Bukankah cinta mati harus dijaga sampai mati…?????????

P :
“ Aku benci pernah mengenalmu, Aku tidak pernah menyayangimu,
kamu tidak pernah masuk kedalam hatiku dan  kamu tidak pernah ada dalam hidupku…!!! “
L :
“ Kenpa kamu malah mengingkari itu semua…”
P :
" Aku benci kamu. "

Saya benci mengingat dirinya,  saya benci dia begitu dalam masuk kedalam hati, saya benci teramat menginginkannya, saya benci dia dan saya menyesal pernah mengenalnya.