Rabu, 27 Juli 2011

_tQ my BebeH_



Senyum tak pernah hilang dari wajahku siang ini, udara sejuk membelai – belai kulitku, aku tak menyangka, bisa sampai di kota ini, kota yang beberapa bulan ini kerap jadi pertanyaan dalam benakku, kota yang beberapa bulan ini ingin kusinggahi. Jalan menuju kesana meliuk – liuk bak penari Hawaii mengucapkan salam selamat datang padaku. Hmmm.. ini baru awal bisikku dalam hati.

Beeeeeeep.. suara sms berbunyi, kubuka dan kubaca “Kamu nanti turun di depan Polres ya, aku sudah disini...!” sms kekasih hati bak guide menuntun arah tujuanku. Setelah memberitahu tempat tujuanku kepada pengemudi kendaraan yang kutumpangi, aku pun kembali terbuai oleh keindahan alam disana. Pergi ketempat indah hari ini sama sekali tak ada dalam rencanaku, tapi nampaknya Tuhan membuat rencana menakjubkan untukku hari ini.

“Neng, ini Polresnya, neng turun disini.” Suara sang nahkoda angkot membuyarkan lamunanku. “ Oh iya, Makasih pak…” ucapku serta merta melangkahkan kaki keluar.

Tubuh tinggi tegap itu sudah ada disana saat aku turun dari angkot, senyumnya menghapus lelah perjalannanku untuk sampai kekota kelahirannya, kota yang terkenal dengan Tahu sebagai buah tangannya. Yup ! Sumedang – Tandang.

“Ayo kerumahku…” ajaknya, aku sempat ragu, aku takut tidak dapat diterima oleh keluarganya. “ ada siapa aja dirumah?” selidikku, lebih sedikit keluarga yang kutemui, lebih mudah untuk mendekatkan diri pikirku. “ dirumah kumpul semua, saudara – saudara dari pihak ibu dan bapakku pun ada”. DEG… Takuuuuuttt…. Tapi dia berkali – kali mengusir kekhawatiranku, menenangkanku meskipun sedikit menggodaku perihal pertemuanku dengan keluarga baruku kelak. Amin…

Pertemuan itu sungguh diluar dugaaku. Respon keluarganya sangat baik, sebentar saja aku sudah dibuat merasa seperti keluarga mereka sendiri, aku tak merasa kaku atau asing dirumahnya, meskipun kendala bahasa tetap ada. Ya Tuhan, aku sangat – sangat bahagia hari ini, kenimatan yang tak henti – hentinya sangat kusyukuri hari ini.

Pertemuan itu seperti bumbu perekat hubungan kami, entahlah, aku menjadi lebih mencintainya, pengakuan darinya bahwa akulah seseorang yang special dalam hidupnya sudah ku dapatkan dihadapan keluarganya, inilah kali pertama aku merasa sangat bahagia menjadi milik seseorang.

Terimakasih ya Allah.. Sungguh tiada tara nikmat yang kau berikan padaku hari ini.
Terimakasih juga ya bebeh, kamu membuatku sangat – sangat berarti hari ini… I Love You So Much..




Sabtu, 23 Juli 2011

Kemana Produktifitas?



Aku beberapa kali melenguh, menikmati hari cuti yang sengaja kuambil untuk bermalas – malasan. Nampaknya sifat pemalas itu sudah mengakar menjalari diriku, huuuuhh… nikmatnya, 5 hari tanpa bekerja. Bangun disaat matahari sudah tinggi atau bahkan hanya keluar kamar ketika lapar dan melewatkan hari tanpa melihat matahari.

Harusnya aku tak menyia – nyiakan waktu begini, harusnya aku bisa produktif menghasilkan “sesuatu”, menuliskah? Merajutkah ? atau sekedar membaca untuk menambah pengetahuanku. Aku butuh inspirasi (alasan)… itu saja. Sebagai serba pemula harusnya aku lebih gigih untuk tidak selamanya menjadi amatiran, namun nampaknya sel – sel akar berubah tumbuh menjadi ranting, melilit lebih kuat mempengaruhiku untuk bermalas – malasan ketimbang melakukan yang “seharusnya” kulakukan.

Kuhabiskan waktu seharian dikamar, googling, FBan, ngeBlog, all about internet.

 To be continue…

Sederhana Saja


Malam ini aku merasa ada jarak antara aku dan dia, ada jurang yang tak kasat mata, entah apa. Aku merasa tak bisa lagi merengkuhnya seperti dulu, merengkuh ia yang sepenuhnya milikku. Dia tak lagi sama, padahal ia masih duduk disampingku, padahal ia masih mengecup keningku seperti dulu, mengatakan cinta seperti dulu, lalu apa yang tak sama ? Atau karena malam ini ia datang tidak seperti harapanmu, merakyat sama seperti dirimu?  Ya ! ia tak lagi sama sepertiku. Ia lebih tinggi diluar jangkauanku, ia lebih rumit diluar kemampuanku, ia lebih manusia…


Aaarrrghh… Ia bukan lelaki itu, lelaki yang bisa kumiliki tanpa beban seperti waktu pertama kami bertemu, lelaki yang membuat aku merasa dibutuhkan tanpa ia katakan, lelaki yang membuatku nyaman.

Bukan salah dia. Aku yang hanya tak mampu menerima segala kelebihannya (minder -red). Tapi aku tetap mencintainya.

Jumat, 08 Juli 2011

CINTA SMA


“ Sial…..” umpatku, jam menunjukn pukul 06.10 WIB, aku berusaha secepat mungkin pergi kekamar mandi, cuci muka  dan gosok gigi alakadarnya. Kupakai seragam olahraga yang sudah kuperketat ukurannya kanan kiri sehingga membentuk lekuk tubuhku yang mungil namun berisi. Minyak wangi kububuhkan disekujur tubuhku… ahh… tak ada yang tahu aku tidak mandi. Setelah selesai olahragapun masih ada waktu untuk pulang kekosan dan mandi pikirku.

Hari ini hari sabtu, harusnya hari ini libur sekolah, tapi sekolahku berkebijakan bahwa sabtu adalah hari olahraga dan hari ekstrakulikuler, namun bebas. Kamu dapat memakai sepatu warna apa saja, warna kaos kaki apa saja, model apa saja yang tentunya sesuai dengan usia kamu. Aku tak begitu suka berorganisasi, satu – satunya ekstrakulikuler yang aku ikuti adalah PMR, itupun dulu, saat aku masih di kelas X. Sekarang aku ada dikelas XII, pihak sekolah membebaskan kami untuk tidak ikut Ekstrakurikuler agar kami dapat konsentrasi menghadapi ujian akhir Negara dan ujian akhir sekolah.

Jam 6 teng kami kelas XII IPA maupun IPS harus sudah berkumpul di lapangan yang cukup terkenal dikotaku, Karangpawitan. Lapangan diluar sekolah yang biasa dijadikan tempat olahraga oleh siapapun dikota kami, dari berbagai usia, pendidikan dan profesi. Tak jarang kami juga berolahraga bersama dengan petinggi ( baca : BUPATI ) di Kota kami. Katika sampai, tidak ada pelaporan, kami hanya harus berlari 10 putaran mengelilingi luas lapangan, setelah itu boleh beristirahat sebentar untuk kemudian berbaris berdasarkan kelas dan diabsen satu persatu.

Guru olahraga kami sangat tegas, selalu memberi nasihat betapa pentingnya olahraga untuk menjaga kesehatan. Nasihat yang tak lupa selalu di akhirinya dengan kata “Mensana In Corpore Sano, di dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang kuat “. Kami selalu bertepuk tangan usai beliau selesai memproklamasikan kata – kata itu.

Sapaan hangat selalu terlontar dari teman – teman ketika kami berpapasan, tak lupa sapaan dari sang kekasih hati membuatku lupa kejadian terlambat bangun pagi ini. “ Pagi Sweetheart…” seraya menyunggingkan senyum sehangat mentari pagi ini.

Dia, kekasih paling baik yang pernah aku punya. Aku tertarik padanya sejak awal masuk kelas XI, kami tidak pada kelas yang sama dikelas X, aku hanya pernah melihatnya lewat di depan kelasku, tak ada perasaan apa – apa. Namun setelah masuk kelas yang sama, ada ketertarikan tersendiri padanya, dia pintar dan aku mencintai laki – laki pintar.

Arogansinya menyurutkan cintaku kala itu, kata – katanya yang menusuk hatipun kadang terlontar kebeberapa temanku. Ahhh… kuurungkan saja hasratku dan memilih untuk men’stop’ perasaanku. Dia pintar secara kognitif, tapi tak pintar secara emosional.

Aku hanya bisa bercerita pada teman sebangkuku kala itu, dia berusaha mendekatkan kami, pernah temanku mengajukan kelompok diskusi bersama mata pelajaran bahasa Indonesia, namun jawabannya “ Saya Independen “. Halooooo… mata pelajaran ini meminta kita mengerjakan secara berkelompok, bukan Individu. Dia selalu tertawa jika ku kenang masa itu, masa kesombongannya sebelum kami bersama.

Kedekatan kami berawal ketika dia mulai melirik adik kelasku yang juga satu kos denganku. Aku menjadi “mak comblang”. Menitipkan salam, membuat jadwal kencan, sampai akhirnya mereka pacaran. Aku mengenalnya sebagai pribadi yang berbeda setelah itu, dia baik, namun penuh tekanan di dalam keluarganya, mungkin hal inilah yang membuat dia kurang bijak dalam menjaga kata – katanya.

Aku selalu menjadi teman cerita yang baik, melerai pertengkaran ketika mereka berselisih paham. Namun sore itu dia tampak bersedih, mereka berpisah. Ada perasaan sedih namun juga ada perasaan bahagia yang terselip diantaranya. Aku hanya bisa menenangkan dan menjadi pendengar yang baik untukknya.

Kedekatan kami terus berlanjut, dia menjadi teman cerita yang baik dari hari kehari, dia lucu dan juga pintar. Sifat angkuhnya perlahan hilang. Sudah menjadi tugasku sebagai sahabatnya untuk mengikis sifat buruknya bukan???. Aku merasakan perlakuannya yang mulai berubah menjadi semakin sayang padaku. Hari itu hari Jumat, ketika dia mengatakan “ Maukah kau menjadi pendampingku??? “. Aku terbahak ketika mendengar pengkuannya yang terlampau dewasa itu, ‘pendamping’, otomatis dia beringsut dari serius ke muka marah, namun aku mengaku terharu dan memberikan senyum termanisku yang membuat hatinya luluh. Pernyataannya tak langsung kujawab kala itu, “ Bolehkah aku memikirkannya dahulu? “ kilahku.

Hhmmmm… Inilah saat yang kutunggu, ketika dia mempunyai perasaan yang sama denganku. Namun, ada yang mengganjal pada hubungan kami, kami berbeda. Kami mempunya keyakinan yang tak sama. Setelah kumintai pendapat sana sini, akhirnya kuputuskan untuk menerima cintanya, hanya pacaran pikirku, belum tentu kami akan menikah.

Hari berganti hari, kami begitu dekat, kami memang belum lama pacaran, namun kami berdua merasa sudah bertahun – tahun bersama, saling mengerti, saling menyayangi, saling berbagi dan saling melengkapi. Dia laki – laki yang begitu baik. Kami begitu nyaman satu sama lain. Menurutku dia laki – laki yang lengkap. Dia ganteng, berpostur ok, otak encer yang sering menyumbang piala di sekolah kami, tidak pelit, baik, menyayangiku dan romantis. Dia memberiku coklat hampir setiap hari, memberikan hadiah setiap memperingati bulan jadian, mengajak makan malam dan tak jarang pula mengajakku bermesraan di tempat – tempat yang tak terpikirkan olehku. Dia membawa pengaruh baik padaku, mengajariku bahasa asing, membuatku masuk bimbingan belajar dan menyemangatiku meraih masa depan. Kami bahagia.

Tak terasa kami sudah berada di kelas XII. Kegiatan belajar mengajar kian sibuk, berangkat sekolah pagi pulang sudah larut.

Waktu itu akhir dari hubungan kami, tak sengaja handphonenya tertinggal dirumah, kami memang berhubungan tanpa diketahui keluarga. Dia memang belum boleh berhubungan dengan lawan jenisnya, dia dituntut untuk menjadi laki – laki yang sukses, dituntut untuk bisa seperti kakak tertuanya.

Sore itu, tiba – tiba orangtuanya menyambangi sekolah kami, mencari Nico untuk menjemputnya pulang. Perasaaan khawatir melingkupi hatiku, firasatku tidak baik. Raka dan Dede temanku yang satu kelompok belajar, menyusul Nico pulang untuk menyelesaikan tugas kelompok yang memang sudah dijanjikan dikerrjakan di rumah Nico.

Malam hari Raka mendatangi kosanku, membawa secarik kertas dari Nico untukku. Dia mengabariku bahwa keluarganya membaca semua sms kami berdua, kini keluarganya tahu tentang hubungan kami. Aku menangis ketika Raka menceritakan apa yang terjadi di rumah Nico saat itu, Raka bilang, Nico di pukul, di bentak dan keluarganya meminta Nico untuk tidak berhubungan lagi denganku.

Isi suratnya waktu itu hanya berupa daftar apa yang harus kulakukan jika keluarganya mendatangiku, mulai dari tempat kami saling mengenal, kami dipastikan mengaku bertemu di tempat olimpiade, mengaku anak dari keluarga terpandang, dari keluarga kaya dan pintar. Hhhhmmmm… Nico…

Aku tak keberatan berbohong untuk dia. Namun, aku harus menyelamatkan hubungan antara anak dan keluarganya. Aku tak mau merusak kehangatan keluarga mereka. Aku memutuskan untuk berpisah dengannya.

Ada air mata di sudut matanya, kami masih saling mencintai, tapi tak mungkin bagiku menjadi sumber ketidakbahagiaan mereka. Dia berujar akan melakukan apa saja untuk tetap bersamaku, bahwa ia sanggup meninggalkan semuanya demi aku. Tapi aku justru akan merasa besalah jika itu terjadi.

“ Aku mencintaimu Nico, sangat… tapi aku tidak bisa menjadi sumber ketidakbahagiaan sebuah keluarga, aku tidak mau hubunganmu dengan keluargamu menjadi renggang, percayalah ini yang terbaik untuk kita “ kata – kata itu yang kupilih menjadi penutup kisah cinta kami.

Setelah hari itu hubungan kami kian memburuk, tak ada tegur sapa diantara kami meskipun kami berada dikelas yang sama, tak ada cinta itu lagi. Ketika aku mengutarakan perasaan kehilangannku dan memberitahunya bahwa persaaanku masih sama seperti dulu lewat email, dia membalas. “ I HAD CLEANED AND CLOSED MY HEART. NO WOMAN GREAT SUCCESS “. Aku menyerah, kutemukan lagi arogansinya dulu. Mungkin inilah cara terbaik Tuhan menyadarkanku bahwa kami berbeda.

Feelings...



Feelings, nothing more than feelings,
trying to forget my feelings of love.
Teardrops rolling down on my face,
trying to forget my feelings of love.

Feelings, for all my life I'll feel it.
I wish I've never met you, girl; you'll never come again.

Feelings, wo-o-o feelings,
wo-o-o, feel you again in my arms.

Feelings, feelings like I've never lost you
and feelings like I've never have you again in my heart.

Feelings, for all my life I'll feel it.
I wish I've never met you, girl; you'll never come again.
Feelings, feelings like I've never lost you
and feelings like I've never have you again in my life.

Feelings, wo-o-o feelings,
wo-o-o, feelings again in my arms.
Feelings...