Sabtu, 28 Mei 2011

Dont Go....!!!


“ Jangan pergi… “ igaunya. Aku tak tahu apa yang sedang di impikannya, dia menarik tanganku, merapatkan tubuhnya kearahku, memelukku erat seolah benar – benar tak ingin di pisahkan. Aku pun merapatkan pelukanku, aku sesak, tapi aku tak ingin beranjak, tak ingin kejujuran ini hilang dari hubungan kami. Kujujuran yang bersumber dari alam bawah sadarnya yang tulus, aku tahu itu.

Hari itu pertemuan kali pertama kami setelah berpisah selama 2 bulan, aku sangat merindukannya, aku masih tak percaya kami dapat bertemu lagi setelah perpisahan itu. Tak ada perasaan cinta yang terkikis sedikitpun. Dia masih orang yang kucintai.

“ Aku senang kamu ada bersamaku lagi, ada dikamarku, memelukku, tapi pernahkan kamu merasa lelah dan bertanya sampai kapan kita harus seperti ini?, ayolah bisakah, kamu saja yang menjadi istriku.“ hatiku ciut mendengar kata – katanya, kata yang ku dengar dari orang yang sangat aku inginkan jadi pendampingku.

“ Bang, bisakah kita tidak membahas hal itu dulu? Aku hanya ingin menikmati hari ini, bersamamu, aku tak mau membicarakan hal ini dulu. “  kilahku.

“ Aku tahu, aku hanya tak ingin terus – menerus memikirkan masalah ini, jika kita menikah, tak ada lagi yang akan kupikirkan, semuanya akan lebih mudah ”. Aku hanya memberikan jawaban dengan senyuman. Karena aku tahu, dia tahu jawabannya. Lalu dia menambahkan kata – katanya seolah manuver senyumanku berhasil menyadarkannya

 “ Aku yang salah, harusnya tak kuberi kamu ruang lagi dalam hatiku, tak kuangkat telponmu, tak ku balas smsmu, kamu terlalu baik, terasa sekali setiap pulang kerja aku merasa kesepian, tak ada tempat untuk menceritakan kejadian dikantor, atau sekedar sharing kegiatan kita sehari – hari”

       Aku memandangnya, dia duduk di sampingku, kutatap air mukanya dalam, hatiku menangis, tak ingin dia pergi lagi, tapi aku pun tak bisa menahanya lagi.
“ Kalau berbicara salah, aku yang salah, aku yang terus menghubungimu, aku yang masih saja tidak rela hubungan kita berakhir mesipun tak ada jalan lagi untuk kita” sungguh aku tak ingin dia menyalahkan dirinya atas ketidakberhasilan hubungan kami. Bisakah kita berhenti membahas ini? Saat bersamamu sekarang, aku hanya ingin menikmati waktu kita “. Dia Tersenyum, memandang dan memelukku.

Malam itulah yang ku ingat sebagai malam terakhir kami, malam terakhir aku memandangnya tertidur dengan desahan nafas naik turun yang teratur, malam terakhir aku dapat mencium aroma tubuhnya yang tak akan pernah terlupakan, malam terakhir aku melihatnya, malam terakhir kami tidur saling berpelukan. Tak ada malam itu lagi meskipun harus kugantikan dengan bayaran mahal, tak ada malam itu lagi walaupun aku pertaruhkan hidupku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar